....Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H....... Mohon maaf lahir dan batin....

Selasa, 14 Agustus 2012

Nunukan Kota yang Nyaman


Kota Nunukan adalah cermin serambi depan negara, tapi sudahkah tertata sebagai kota yang nyaman, enak dilihat dan menimbulkan kesan bagi para tamu dan turis? 
Apa saja yang menjadikan Kota Nunukan menjadi kota yang nyaman, enak dilihat dan meninggalkan kesan baik ?
Yang jelas adalah tata kotanya perlu dibenahi! Apa yang perlu dibenahi, bagaimana membenahinya dan siapa yang harus membenahi? Tulisan ini mengajak kita untuk memikirkannya bersama.
Selama ini Kota Nunukan hanya terlihat sebagai kampung besar yang tumbuh liar. Belum jelas arah pengembangannya dan  siapa yang bertanggungjawab menatanya.  Jika tidak ada kepemimpinan intelektual yang mulai memikirkan penataan Kota Nunukan, selama itu pula tidak akan ada perkembangan berarti di kota kita ini.

Kota yang Nyaman....
Hutan Kota dengan Pohon Durian
Banyak definisi mengenai kota yang nyaman. Menurut Undang-undang mengenai tata ruang, kota nyaman dilukiskan sebagai kota yang dapat mengartikulasikan seluruh aktivitas sosial, ekonomi, budayanya dengan tenang dan damai. Kota aman tenteram, terbebas dari gangguan dan bencana, adaptif dengan perubahan iklim, warga bisa berkegiatan dengan produktif dan mengaktualisasi jati dirinya sebagai warga kotaKota yang nyaman dan sehat akan merangsang warga kota untuk keluar rumah menikmati kotanya.
Di kota besar, biasanya yang menjadi perhatian adalah Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari luas kota. 20 persen untuk ruang publik (taman kota dan hutan kota) dan 10 persen untuk ruang privat (pekarangan). Kriminalitas minimal Paling tidak, untuk Kota Nunukan perlu adanya :

1.        Taman Kota
Taman Kota Dominan Rumput dan Pepohonan

Taman Kota dengan paduan kolam
Taman Kota dengan Jogging Track

Taman Kota pada Median Jalan yang Sangat Lebar
Salah satu ciri kota yang nyaman adalah mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa taman-taman kota dan hutan kota. Sebenarnya RTH terdiri dari RTH makro (kawasan pertanian, hutan lindung, hutan kota dan kawasan landasan bandara, RTH medium (taman kota, sarana olahraga dan areal pemakamam umum) dan RTH mikro (taman di kawasan pemukiman, seperti playground, taman lingkungan dan lapangan olahraga).
Di Kota Nunukan sebenarnya sebagian besar sudah tersedia, sepertinya hanya taman kota dan hutan kota yang kurang.  Selama ini Taman Kota di Nunukan hanya di alun-alun yang sangat sempit dan tidak ada areal lapang.  Semestinya Taman Kota di Nunukan minimal ada 3, tapi kalau bisa ya 4 sampai 5 lah.  Tiap taman minimal 1 – 2 hektar, yang didominasi lapangan rumput, pepohonan dan jogging track. Sementara hutan kota paling tidak 5 – 7 hektar tiap hutan kota.  Hutan kota ini adalah hutan rekreasi, sehingga perlu dilengkapi dengan jalur jalan setapak dan tempat duduk-duduk.

Pedestrian Lebar yang Nyaman
Pedestrian yang Lebar dan Asri

Pedestrian yang Nyaman
2.        Jalur untuk pejalan kaki dan pesepeda
Sepanjang jalan protokol dari kota sampai ke Sei Jepun sebaiknya memiliki pedestrian yang lebar.  Pedestrian ini untuk kenyamanan pejalan kaki, paling tidak 1,5 – 2 meter.  Pedestrian seharusnya tidak sekedar trotoar.  Trotoar di Kota Nunukan yang ada saat ini tidak nyaman untuk pejalan kaki dan tidak ramah untuk warga yang cacat. Trotoarnya naik turun.  Seharusnya naik turun trotoar tidak lebih dari 5 cm, sehingga nyaman untuk pejalan kaki. Trotoarpun saat ini masih terputus-putus.  Tidak semua jalan protokol ada trotoarnya. Sudah begitu banyak trotoar tidak berfungsi, karena dipakai untuk menimbun material bangunan, bahkan sebagian untuk jualan.
Jalur untuk bersepeda sebaiknya juga sudah dipikirkan, sebab komunitas pesepeda di Kota Nunukan mulai menjamur.  Tidak ada salahnya Nunukan menjadi pelopor pertama di Kalimantan Timur.

3.        Jalan yang lebar dan nyaman
Jalan protokol sebaiknya lebar seperti Jalan Ujang Dewa.  Saat ini yang ada, tidak jelas, mana jalan protokol, mana yang tidak.  Setidaknya yang harus menjadi jalan protokol adalah dari pusat kota di alun-alun sampai Pelabuhan Sei Jepun.  Semua jalan protokol harusnya seragam penataannya. Jadi Jalan Angkasa, Jalan Pangeran Antasari setelah Jalan Angkasa, Jalan RA Bessing dan Jalan Kampung Baru sebaiknya dibuat selebar dan sebaik Jalan Ujang Dewa.  Atau jika Jalan tembus Kampung Baru mau dijadikan jalan protokol, sebaiknya meniru Jalan Ujang Dewa.
Untuk jalan-jalan yang lain, yang penting nyaman, terpelihara, tidak berlubang, cukup lebar dan tidak tergenang saat hujan.

4.        Penerangan listrik pada malam hari
Penerangan listrik di jalan sangat penting untuk kenyamanan berkendara di malam hari.  Pemasangan listrik tenaga surya sebaiknya dilanjutkan ke semua jalan protokol, sehingga Jalan Pangeran Antasari, Jalan RA Bessing dan Jalan Kampung Baru tidak gelap.

5.        Nama jalan
Selama ini di Nunukan nama jalan di Nunukan hanya ada yang dibuat sekitar tahun 2005, setelah itu nama-nama jalan hanya tersiar dari mulut ke mulut, tidak ada papan nama jalan resmi.  Jalan Ujang Dewa yang mana sebenarnya juga tidak jelas, hanya “disepakati” dari ujung Jalan Kampung Baru sampai habisnya pertigaan ke Kantor Bupati. Jalan Sei Jepun juga begitu, di mana akhirnya, atau sampai Pasar Mamolo? Alangkah panjangnya, mungkin bisa 15 km.  Jalan Pangeran Antasari juga tidak jelas di mana akhirnya, bergandeng dengan Jalan RA Bessing atau apa. Jalan RA Bessing juga sampai di mana, Jalan Kampung Baru juga sampai mana tidak ada petunjuk.  Karena tidak disediakan nama jalan yang resmi, akhirnya masyarakat membuat nama jalannya sendiri, Markas Brimob di Sedadap dipasang nama Jalan Teratai, disesuaikan dengan lambang korps Brimob.  Begitu juga muncul nama-nama Jalan Haji Mada, Jalan Ali Bolong dan sebagainya yang tidak ada “dasar hukumnya”.
Alangkah eloknya jika pemerintah mulai berfikir untuk memberi nama jalan dengan Surat Keputusan resmi, sehingga tidak banyak tamu yang “tersesat”.

6.        Karakteristik kota
Kota yang nyaman juga adalah kota yang berkarakter.  Nunukan dapat menunjukkan karakter itu pada banyak hal sebagai ibukota kabupaten di perbatasan.  Karakter bisa muncul pada model bangunan-bangunan pemerintah, taman kota, jalannya atau patung-patungnya misalnya.  Selama ini bangunan-bangunan pemerintah belum menunjukkan karakteristik kota.  Bangunan itu tumbuh sesuka konsultan dan PPTK nya.  Tidak dijumpai ciri khas yang menonjol pada bangunan-bangunan itu. 
Saya melihat DKPPK telah menunjukkan karakter pada taman-taman di median jalan.  Itu harus dipertahankan dan ditambah di jalur lainnya.  Tamu dari luar sangat terkesan dengan taman di median jalan itu.  Alangkah indahnya jika itu menyebar ke sepanjang Jalan Ujang Dewa dan Jalan Sei Jepun.  Tapi ada juga yang mengganggu, di Jalan Angkasa, pola taman median jalannya tidak mathcing dengan pola di jalan yang lainnya.
Yang kurang sepertinya patung-patung yang menunjukkan identitas kota.  Bukankah Nunukan adalah satu-satunya kabupaten di Pulau Kalimantan yang mempunyai gajah? Kenapa itu tidak ditampilkan secara mencolok sebagai karakter kota?  Atau patung-patung lain yang menunjukkan identitas khas Nunukan.  Patung TKI juga boleh!

7.        Kebersihan
Kebersihan harus menjadi ciri khas Kota Nunukan.  Saya sangat berterima kasih kepada para ibu dan bapak penyapu jalan yang di pagi buta sudah bekerja.  Demikian juga para pengurus taman dan pengangkut sampah.  Mereka adalah pahlawan kebersihan sejati.  Tanpa mereka Nunukan akan menjadi kota kumuh dan bersemak. 
Hanya disayangkan mobil dan truk-truk pengangkut batu dan tanah sangat mengganggu. Kerja ibu-ibu dan bapak-bapak penyapu jalan seolah tak berarti. Jalan menjadi kotor dan berlumpur.
Apakah perlu ada Perda yang mengharuskan truk mencuci dulu bannya untuk masuk ke jalan raya? Sulit, tapi pasti banyak yang mendukung kalau ada inisiatif begitu.
Ada lagi yang mengganggu, yaitu trotoar yang dipakai menimbun material bangunan dan kadang tertutup sampah. Juga bangunan yang menabrak Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang selama ini dibiarkan. Bagaimana DKPPK dan Satpol PP, bukankah sudah ada Perdanya yang begini?

8.        Konsistensi
Nah, ini yang kadang tidak terlihat di Kota Nunukan, ganti kepala SKPD ganti kebijakan, sangat terasa pada penataan kota.  Dulu jalan protokol dibuat sudah lebar-lebar, tapi yang dibangun belakangan menghilangkan konsep itu.  Hal ini terlihat di Jalan Antasari sekitar GOR yang konsepnya sudah lebar, tapi jalan aspalnya yang sempit justru dibangun di tengah. Kenapa tidak dibangun di satu sisi saja, supaya ketika jalan dibangun menjadi jalan protokol, tidak perlu membongkar jalan untuk membuat median jalan?
Jalan-jalan yang berlubang, seharusnya juga tidak perlu menunggu 2 tahun untuk menjadi mulus kembali.
Hutan Kota yang dibangun oleh Dishutbun di depan Rumah Jabatan Bupati juga terlihat merana.  Tanamannya kurang pupuk, sehingga sudah 5 tahun, tinggi pohonnya masih segitu-segitu juga.
Dishutbun perlu membangun hutan kota yang lain, yang lebih besar, lebih rimbun dan tertata, untuk pariwisata kota.

9.        Penegakan hukum
Kunci dari kota yang nyaman adalah penegakan hukum.  Ternak besar yang mengotori jalan, pemiliknya perlu ditegur.  Mereka yang bangunannya melanggar GSP perlu diperingatkan. Trotoar yang digunakan tidak pada tempatnya perlu ditegur.

Kita perlu menjadikan warga kota bangga akan Kota Nunukan.  Ada yang bisa diceritakan kepada para tamu bahwa Pemerintah Kabupaten dan masyarakat Nunukan konsisten menjaga keindahan dan kenyamanan kotanya. 

Tapi sebenarnya siapa sih yang bertanggung jawab atas penataan kota.  Sebagai daerah yang secara administrasi disebut kabupaten memang tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas kenyamanan dan keindahan kota, karena banyak instansi yang terlibat.  Meskipun begitu, tentu harus ada jalan keluar. Tidak bisa semua diserahkan hanya kepada SKPD-SKPD tanpa ada komando.  Bapak Bupati yang mantan militer tentu paham bagaimana membenahi ini.  Kami sebagai warga kota tentu akan berpihak kepada Bapak, jika kota menjadi lebih nyaman.  Tantangan Bapak berbeda dengan kepemimpinan sebelumnya yang memang menumbuhkan kota. Bapak sekarang yang harus menata kota.

Mudah-mudahan nantinya Nunukan menjadi kota kecil yang mampu meraih adipura.  Bukan sekedar pialanya, tapi yang lebih hakiki adalah keindahan dan kenyamanan kotanya.

SALAM KOMANDO PAK !!!

(Eko B. Santoso, Pemerhati Kota Nunukan, Sekretaris KAHMI Nunukan)